Dian-Erika's Weblog

Monday, June 13, 2005

Dialah Wanita Pertama Dalam Hidupku

Publikasi: 31/03/2004 15:23 WIB

eramuslim - Dua puluh satu tahun telah berlalu usia pernikahanku.
Sedikit banyak, aku telah mendapatkan cahaya baru dari kilasan-kilasan
cinta.

Suatu waktu aku akan keluar bersama seorang wanita, dan dia bukan
istriku. Ide tersebut lahir dan disarankan oleh istriku ketika suatu
hari ia melintas di hadapanku dan berkata, "Aku tahu bahwa abang sangat
mencintainya." Wanita yang istriku berharap aku dapat keluar bersamanya
dan menyediakan waktu yang cukup untuk menemaninya adalah 'bundaku'.
Beliau telah menjalani masa sendiri selama sembilan belas tahun semejak
ditinggal pergi oleh ayahku selamanya. Namun pekerjaan-pekerjaan di
kantor, kehidupan harianku bersama tiga orang 'pangeran-pangeran
kecilku' dan tanggungjawab-tangggungjawab lainn yang menyebabkan aku
sangat jarang sekali menjenguknya.

Suatu hari aku menelepon dan mengundang beliau untuk ikut makam malam.
Pertanyaan beliau menakjubkanku, "Apakah Asha baik-baik saja?" Maklum,
menurutku beliau tidak biasa menanyakan ungkapan-ungkapan seperti itu
kepadaku, terutama -mungkin- mengenai waktu aku menghubungi beliau di
saat tengah malam.

Aku menjawab, "Ya, Asha baik-baik saja. Dan Asha ingin sekali
menghabiskan waktu bersama bunda." Beliau berkata, "Kita berdua saja?"
Kemudian beliau terdiam sejenak, lalu menjawab, "Ibu sungguh sangat
menyukainya".

Pada hari sabtu sore, setelah kembali dari kantor, aku langsung
mengendarai 'Feroza Hijauku' melintasi jalan menuju rumah kediaman
beliau. Aku sedikit segan dan gugup saat tiba di halaman rumah beliau.
Namun aku juga membaca kekwatiran di wajah beliau. Beliau sedang
menungguku di samping pintu rumah, mengenakan pakaian panjang dengan
jilbab biru cantik yang menutupi kepalanya. Aku kembali teringat pakaian
itu adalah hadiah terakhir yang dibeli oleh ayahku sebelum beliau wafat.

Beliau tersenyum seperti malaikat dan berkata, "Bunda telah katakan
kepada semua tetangga bahwa bunda akan keluar bersama anak bunda hari
ini. Mereka semua begitu senang mendengarnya. Tetapi mereka tidak shabar
menunggu cerita-cerita bunda bersama Asha yang akan bunda ceritakan
kepada mereka setelah bunda kembali nanti."

Kami pun berangkat menuju sebuah restoran Padang yang tidak terlalu
megah. Interior khas Minangnya begitu anggun dan suasana di dalamnya
sangat indah dan asri. Aku menggandeng beliau dengan erat dan mesra,
seolah beliaulah 'wanita pertama dalam hidupku". Setelah kami
mendapatkan tempat duduk, aku mulai membacakan daftar menu makanan dan
minuman yang disediakan. Sebab beliau saat ini tidak lagi mampu untuk
membaca kecuali susunan huruf-huruf yang besar saja. Di saat aku sedang
membacakan susunan menu, beliau menatapku dan melayangkan selembar
senyum menyejukkan. Sesaat kemudian sebaris kalimat terucap, "Bunda
adalah orang yang telah membacakan sesuatu untuk Asha ketika Asha masih
kecil dulu."

Kemudian aku menjawabnya, "Tiba kini waktu yang tepat. Sesuatu yang
menjadi hutang Asha terhadap apa yang bunda telah persembahkan untuk
Asha."

Kami mengobrol panjang lebar sambil menikmati makanan yang tersaji.
Masing-masing kami tidak menemukan sesuatu yang asing dari kebiasaan
kami saat 'curhat'. Cerita-cerita masa lalu yang penuh kenangan juga
kami selingi dengan cerita dan pengalaman baru. Tanpa terasa kami lupa
waktu hingga akhirnya tiba waktu tengan malam. Selang beberapa saat aku
segera mengantar beliau pulang.

Ketika kami sampai di rumah, beliau berkata, "Bunda setuju bila kita
dapat keluar bersama sekali lagi, tetapi bunda yang akan mentraktir
Ahsa. Deal?" Aku mengangguk ramah lalu mencium tangan beliau dan
mengucapkan salam, "Salam wa rahmah alaiki, wahai bundaku!"

Setelah melewati beberapa hari, wanita yang telah menjadi 'hati bagi
anak-anaknya' tersebut meninggal dunia. Kejadian itu berlalu sangat
cepat dan aku belum dapat melakukan sesuatu pun untuknya. Setelah
kejadian yang menyedihkan itu, aku mendapatkan sebuah 'lembaran' dari
restoran Padang, tempat kami menikmati makan malam bersama beberapa
waktu yang lalu. Termaktub padanya tulisan dengan huruf-huruf besar yang
rapi, "BUNDA TELAH MEMBAYAR TRAKTIRAN BUNDA LEBIH AWAL. BUNDA TAHU BAHWA
BUNDA AKAN PERGI. YANG PENTING, BUNDA TELAH MEMBAYAR UNTUK JATAH DUA
ORANG, UNTUK ASHA DAN ISTRI ASHA.KARENA SESUNGGUHNYA ASHA TIDAK AKAN
MAMPU MENTAKDIRKAN APA MAKNA MALAM ITU BERKAITAN DENGAN BUNDA. BUNDA
MENCINTAI ASHA."

Dalam satu kesempatan aku mulai memahami dan menghargai makna kalimat
"Cinta" atau "Aku mencintaimu". Apalah artinya di saat kita menjadikan
arah lain yang akan merasakan cinta kita dan orang yang kita cintai.
Tidak ada sesuatu yang lebih berarti daripada cinta dan kasih sayang
kedua orang tua dan lebih khusus cinta seorang "bunda". Aku akan
mempersembahkan semesta waktu yang mereka berhak atasnya, dan dialah hak
Allah sepenuhnya dan hak mereka. Perkara-perkara ini jangan sampai
kuperlambat lagi.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home