Dian-Erika's Weblog

Thursday, June 16, 2005

Malaikat di rumahmu

By Arie L.Noor

Suatu hari seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia. Dia bertanya
kepada Tuhan :
"Para malaikat disini mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara saya hidup disana, saya begitu kecil dan lemah"?

Dan Tuhan menjawab, "Saya telah memilih satu malaikat untukmu. Ia akan menjaga dan mengasihimu."

"Tapi disini, di dalam surga, apa yang pernah saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa. Ini sudah cukup bagi saya untuk berbahagia."

"Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari. Dan kamu akan merasakan kehangatan
cintanya dan menjadi lebih berbahagia."
"Dan bagaimana saya bisa mengerti saat orang-orang berbicara kepadaku jika saya tidak mengerti bahasa mereka ?"

"Malaikatmu akan berbicara kepadamu dengan bahasa yang paling indah yang pernah kamu dengar; dan dengan penuh kesabaran dan perhatian, dia akan mengajarkan bagaimana cara kamu berbicara."
"Dan apa yang akan saya lakukan saat saya ingin berbicara kepadaMu ?"
"Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa."
"Saya mendengar bahwa di Bumi banyak orang jahat. Siapa yang akan melindungi saya ?"
"Malaikatmu akan melindungimu, walaupun hal tersebut mungkin dapat mengancam jiwanya."
"Tapi, saya pasti akan merasa sedih karena tidak melihatMu lagi."
"Malaikatmu akan menceritakan padamu tentang Saya, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepadaKu, walaupun sesungguhnya Aku akan selalu berada di sisimu."

Saat itu Surga begitu tenangnya sehingga suara dari Bumi dapat terdengar, dan sang anak bertanya
perlahan, "Tuhan, jika saya harus pergi sekarang, bisakah Kamu memberitahuku nama malaikat tersebut ?
"Kamu akan memanggil malaikatmu, Ibu."
Ingatlah selalu kasih sayang ibu, berdoalah untuknya dan cintailah dia sepanjang masa.

Wednesday, June 15, 2005

Menggapai Mahligai Cinta

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah,

Berbicara tentang pernikahan banyak yang menyesal.
Menyesal kalau tahu begini nikmat kenapa tidak dari dulu. Menyesal ternyata banyak deritanya. Menikah itu tidak mudah, yang mudah itu ijab kabulnya. Rukun nikah yang lima harus dihapal dan wajib lengkap kesemuanya. Begitu pula dengan syarat wajib nikah pada pria yang
harus diperhatikan. Bagaimana jika kita belum punya biaya? Harus diyakini bahwa tiap orang itu sudah ada rezekinya. Menikah itu enggabungkan dua rezeki, rezeki wanita dan laki-laki bertemu, masalahnya adalah apakah rezeki itu diambil dengan cara yang barokah atau tidak. Allah tidak menciptakan manusia dengan rasa lapar tanpa diberi makanan. Allah menghidupkan manusia untuk beribadah yang tentu saja memerlukan
tenaga, mustahil Allah tidak memberi rezeki kepada kita.

Biaya pernikahan bukanlah perkara mahal, yang penting ada. Maka kalau sudah darurat bahkan mengutang untuk menikah diperbolehkan daripada mendekati zina. Kalau sudah menikah setelah ijab kabul, jangan jadi riya dengan mengadakan resepsi yang mewah. Hal ini tidak
akan menjadi barokah. Misalnya dalam mengundang, hanya menyertakan orang kaya saja, orang miskin tidak diundang. Bahkan Rasulullah melarang mengundang dengan
membeda-bedakan status. Dalam mengadakan resepsi jangan sampai mengharapkan balasan income yang didapat.

Masalah mas kawin yang paling bagus adalah emas dan uang mahar yang paling bagus adalah uang. Berilah wanita sebanyak yang kita mampu, jangan hanya berkutat dengan seperangkat alat sholat saja. Rasulullah lebih mengutamakan emas dan uang dan inilah hak wanita. Awal nikah jangan membayangkan punya rumah yang bagus. Maka perkataan terbaik suami kepada istrinya adalah menasehati istri agar dekat dengan Allah. Jika istri dekat dengan Allah maka ia akan dijamin oleh Allah mudah-mudahan lewat kita.

Tiga rumus yang harus selalu diingat terdapat dalam surah Al-Asyr. Setiap bertambah hari, bertambah umur, kita itu merugi kecuali tiga golongan kelompok yang beruntung. Golongan pertama adalah orang yang selalu berpikir keras bagaimana supaya keyakinan dia kepada
Allah meningkat. Sebab semua kebahagiaan dan kemuliaan itu berbanding lurus dengan tingkat keyakinan kepada Allah. Tidak ada orang ikhlas kecuali yakin kepada Allah. Tidak ada sabar kecuali kenal kepada Allah. Tidak ada orng yang zuhud kepada dunia kecuali orang
yang tahu kekayaan Allah. Tidak ada orang yang tawadhu kecuali orang yang tahu kehebatan Allah. Makin akrab dan kenal dengan Allah semua dipandang kecil. Setiap hari dalam hidup kita seharusnya dipikirkan bagaimana
kita dekat dengan Allah.
Kalau Allah sudah mencintai mahluk segala urusan akan beres. Salah satu bukti seperseratus sifat pemurah Allah yang disebarkan kepada seluruh mahlukNya biasA dilihat sikap seorang ibu yang melahirkan seorang anak Kesakitan waktu melahirkan, hamil sembilan bulan tanpa
mengeluh yang belum tentu anak tersebut akan membalas budinya. Tidak tidur ketika anaknya sakit, mengurus anak dari mulai TK sampai SMA. Memikirkan biaya kuliah. Mulai nikah dibiayai sampai punya anak bahkan juga diterima tinggal di rumah sang ibu. Tetapi kerelaannya masih saja terpancar. Itulah seperseratus sifat Allah.

Selalu komitmen mau kemana rumah tangga ini akan dibawa. Mungkin sang ayah atau ibu yang meninggal lebih dulu yang penting keluarga ini akan kumpul di surga. Apapun yang ada dirumah harus menjadi jalan mendekat kepada Allah. Beli barang apapun harus barang yang disukai Allah. Supaya rumah kita menjadi rumah yang disukai Allah. Boleh punya barang yang bagus tanpa diwarnai dengan takabur. Bukan perkara mahal
atau murah, bagus atau tidak tetapi apakah bisa
dipertanggungjawabkan disisi Allah atau tidak.
Bahkan dalam mendengar lagu yang disukai Allah siapa tahu kita dipanggil Allah ketika mendengar lagu. Rumah kita harus Allah oriented. Kaligrafi dengan tulisan Allah. Kita senang melihat rumah mewah dan islami. Jadikan semua harta jadi dakwah mulai mobil sampai rumah. Tiap punya uang beli buku, buat perpustakaan di rumah untuk tamu yang berkunjung membaca dan menambah ilmu. Jangan memberi hadiah lebaran hanya makanan, coba memberi buku, kaset dan
bacaan lain yang berguna.
Jangan rewel memikirkan kebutuhan kita, itu semua tidak akan kemana-mana. Allah tahu kebutuhan kita daripada kita sendiri. Allah menciptakan usus dengan disain untuk lapar tidak mungkin tidak diberi makan.
Allah menyuruh kita menutup aurat, tidak mungkin tidak diberi pakaian. Apa yang kita pikirkan Allah sudah mengetahui apa yang kita pikirkan. Yang harus kita pikirkan adalah bagaimana dekat dengan Allah, selanjutnya Allah yang akan mengurusnya. Kita cenderung untuk memikirkan yang tidak disuruh oleh Allah bukan yang disuruhNya.
Kalau hubungan kita dengan Allah bagus semua akan beres. Barang siapa yang terus dekat dengan Allah, akan diberi jalan keluar setiap urusannya. Dan dijamin dengan rezeki dari tempat yang tidak diduga-duga. Dan barang siapa hatinya yakin Allah yang punya segalanya,
akan dicukupkan segala kebutuhannya. Jadi bukan dunia ini yang menjadi masalah tetapi hubungan kita dengan Allah-lah masalahnya.

Golongan kedua adalah rumah tangga yang akan rugi adalah rumah tangga yang kurang amal. Jangan capai memikirkan apa yang kita inginkan, tapi pikirkan apa yang bisa kita lakukan. Pikiran kita harusnya hanya memikirkan dua hal yakni bagaimana hati ini bisa bersih, tulus, dan bening sehingga melakukan apapun ikhlas dan yang kedua teruslah tingkatkan kekuatan untuk terus berbuat. Pikiran itu bukan mengacu pada mencari uang tetapi bagaimana menyedekahkan uang
tersebut, menolong, dan membahagiakan orang dengan senyum. Sehingga dimanapun kita berada bagai pancaran matahari yang menerangi yang gelap, menuai bibit, menyemarakkan suasana. Sesudah itu serahkan kepada Allah. Setiap kita memungut sampah demi Allah itu akan
dibalas oleh Allah.

Rekan-rekan Sekalian,
Mari kita ubah paradigmanya. Rumah tangga yang paling beruntung adalah rumah tangga yang paling banyak produktifitas kebaikannya. Uang yang paling barokah adalah uang yang paling tinggi produktifitasnya, bukan senang melihat uang kita tercatat di deposito atau tabungan. Uang sebaiknya ditaruh di BMT. Yang terjadi adalah multiefek bagi pihak lain, hal ini menjadikan
uang kita barokah. Daripada uang kita disimpan di Bank kemudian Banknya bangkrut, disimpan di kolong kasur takut dirampok.

Kaya boleh asal produktif. Boleh mempunyai rumah banyak asal diniatkan agar barokah demi Allah itu akan beruntung. Beli tanah seluas-luasnya. Sebagian diwakafkan, kemudian dibangun masjid. Pahala akan mengalir untuk kita sampai Yaumil Hisab. Makanya terus cari uang bukan untuk memperkaya diri tapi mendistribusikan untuk ummat. Sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita kecuali bertambah. Jadi pikiran kita bukan akan mendapat apa kita? tapi akan berbuat
apa kita?. Apakah hari ini saya sudah menolong orang,
sudahkah senyum, berapa orang yang saya sapa, berapa
orang yang saya bantu?

Makin banyak menuntut makin capai. Makin kuat kita
menuntut kalau Allah tidak mengijinkan maka tidak akan
terwujud. Kita minta dihormati, malah Allah akan
memperlihatkan kekurangan kita. Kita malah akan
dicaci, hasilnya sakit hati. Orang yang beruntung,
setiap waktu pikirannya produktif mengenai kebaikan.
Selagi hidup lakukanlah, sesudah mati kita tidak akan
bisa. Kalau sudah berbuat nanti Allah yang akan
memberi, itulah namanya rezeki. Orang yang beruntung
adalah orang yang paling produktif kebaikannya.

Yang ketiga rumah tangga atau manusia yang beruntung
itu adalah pikirannya setiap hari memikirkan bagaimana
ia bisa menjadi nasihat dalam kebenaran dan kesabaran
dan ia pecinta nasihat dalam kebenaran dan kesabaran.
Setiap hari carilah input nasihat kemana-mana.
Kata-kata yang paling bagus yang kita katakan adalah
meminta saran dan nasihat. Ayah meminta nasihat kepada
anak, niscaya tidak akan kehilangan wibawa. Begitu
pula seorang atasan di kantor.

Kita harus berusaha setiap hari mendapatkan informasi
dan koreksi dari pihak luar, kita tidak akan bisa
menjadi penasihat yang baik sebelum ia menjadi orang
yang bisa dinasihati. Tidak akan bisa kita memberi
nasihat jika kita tidak bisa menerima nasihat. Jangan
pernah membantah, makin sibuk membela diri makin jelas
kelemahan kita. Alasan adalah kelemahan kita. Cara
menjawab kritikan adalah evaluasi dan perbaikan diri.
Mungkin membutuhkan waktu sebulan bahkan setahun.
Nikmatilah nasihat sebagai rezeki dan bukti kesuksesan
hidup. Sayang hidup hanya sekali dan sebentar hanya
untuk menipu diri. Merasa keren di dunia tetapi hina
dihadapan Allah. Merasa pinter padahal bodoh dalam
pandangan Allah.

Mudah-mudahan kita bisa menerapkan tiga hal diatas.
Setiap waktu berlalu tambahlah ilmu agar iman
meningkat, setiap waktu isi dengan menambah amal.
Alhamdulillah

By: KH. Abdullah Gymnastiar

***********************************

"Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk "( QS; 9:18)

Surat Terbuka Untuk Anakku

Oleh : Miranda Risang Ayu

Izinkan kali ini saya menulis surat tidak kepada presiden, calon presiden atau anggota parlemen, tetapi kepada salah satu penguasa hati saya saja, yakni: anak saya. Juga, bagi anak-anak lain, dan semoga juga Anda dan diri saya sendiri, yang selalu merindukan ketulusan kanak-kanak agar selalu bersemayam di dasar hati.

Beberapa waktu yang lalu, KH Muchtar Adam baru saja mengingatkan banyak orang tentang sifat kepemimpinan Rasulullah yang mulia. Maka, surat ini tewarnai oleh pelajaran itu.

''Anakku, apakah yang terpikir olehmu ketika kau harus naik sepeda ke sekolah, sementara kawan-kawanmu ada yang bahkan telah punya sepeda motor sendiri?''

''Terima kasih karena kau dengan yakin telah berkilah kepada kawanmu, dan mungkin juga sebetulnya, kepada dirimu sendiri, bahwa biar pun badanmu sudah sebesar orang dewasa, secara jujur, usiamu masih terlalu muda untuk itu.

Jika kaulihat temanmu ada yang diantar oleh mobil pribadi yang mewah, semangati saja mereka untuk belajar juga sebaik mungkin seperti dirimu. Karena fasilitas yang telah mereka dapatkan dari orangtua mereka, bukankah adalah anugerah. Sementara itu, aku setuju denganmu bahwa bersepeda itu sehat.''

''Maafkan aku yang tidak bisa mendapatkan uang terlalu banyak. Tetapi, setiap lembar rupiah yang kudapat, insya Allah, masih semurni semangatmu, dan bukanlah hasil dari kelihaianku menelikung hak orang lain sambil ongkang-ongkang kaki. Doakan agar aku bisa tetap seperti itu. Aku khawatir tak sengaja terperosok suatu hari, karena dari hari ke hari, kebutuhan pokok kok ya semakin sulit saja terpenuhi.''

''Terima kasih untuk kepintaranmu di sekolah. Aku selalu ingat bahwa dalam usia belia, kau sudah punya sistem belajar sendiri yang bahkan kupelajari. Ketika aku sedang sekolah S2 dulu, aku ingat waktu kau menasihati aku, "Bu, bila subjek yang harus dipelajari banyak pada waktu yang bersamaan, belajarlah dalam suasana dan cara yang berbeda.

'' Kalau kau ada metode baru lagi, bagikan kepadaku, ya? Bukankah mencari ilmu itu lebih penting dari pada mencari uang? Tamaklah akan ilmu tetapi sederhanakan nafsumu kepada uang. Allah sudah mencukupkan rezekimu. Mari kita pintar-pintar saja merasa cukup. Itu adalah kepintaran yang amat sulit tetapi menantang untuk dipelajari.''

''Jika kini ada seperangkat komputer tua di tanganmu, jangan marah jika aku mengingatkanmu untuk selalu menjaganya, karena kekuasaanmu atasnya hanya untuk menjaganya. Sebaliknya, jika kau ingin mengkritik caraku mendidikmu, katakan saja sejujurnya. Kekuasaanku atasmu juga ada batasnya. Amanah memang tidak pernah mudah, kecuali kita mau saling membatasi dan menjaga.''

''Kuasai sebanyak mungkin bahasa selagi kau masih muda. Tetapi juga, pelajari bahasa sunyi yang abadi, yang akan menghantarkan doa-doamu melambung kepada Yang Maha Esa, setiap detik dan pergantian hari.''

''Selalu kurindukan saat-saat kita bisa berbagi. Kurindukan juga saat-saat kelak kita bisa berbicara bersama dengan bahasa kasih-sayang, tanpa memandang agama, warna kulit, atau pun status sosial. Bukankah kita ini bersaudara, dengan sesama muslim, dengan sesama umat manusia, dan bahkan juga dengan sesama ciptaan Allah; dengan ilalang dan bahkan semut-semut yang melintas di meja makan kita.''

''Ketika kita hanya punya keimanan kepada Tuhan, ketulusan kepada sesama, dan kerinduan untuk menemukan Cinta yang sebenarnya dalam nama-Nya, jangan pernah menyesal. Mari kita berani untuk terus mencari, menemukan dan menyatakannya, apa adanya, sampai akhir hayat kita, karena untuk itulah kita ada.''

Tuesday, June 14, 2005

Titik Kemuliaan Ibu Rumah Tangga

Sumber: MQ Media On Line - Telaah Utama

"Rasa kasih sayang dalam rumah tangga memerlukan satu poros utama, dan ia adalah wanita yang menjadi ibu rumah tangga. Tanpa kehadiran ibu rumah tangga, maka rumah tangga akan kering tanpa makna." (Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei)

SESAAT menjelang bunuh diri, aktris kenamaan Hollywood, Marilyn Monroe, menulis sepucuk surat untuk kaum wanita seluruh dunia. Bintang iklan yang juga supermodel paling populer itu menyampaikan sebuah penyesalannya menjalani kehidupan di dunia ini. Salah satu kutipan dalam suratnya tersebut sebagai berikut:

"…Waspadailah popularitas wahai wanita…Waspadailah setiap kegemerlapan yang menipumu. Saya adalah wanita termalang di muka bumi ini, sebab saya tidak bisa menjadi seorang ibu. Sesungguhnya wanita itu seharusnya menjadi penghuni rumah utama. Kehidupan berumah tangga dan berkeluarga secara mulia di atas segalanya. Sesungguhnya kebahagiaan wanita yang hakiki adalah dalam kehidupan rumah tangga yang mulia dan suci, bahkan kehidupan berumah tangga adalah simbol kebahagiaan wanita dan manusiawi."

Marilyn Monroe tak sendirian. Kini, banyak kaum perempuan barat mengikuti penyesalan Marilyn Monroe. Penyesalan ini lahir dari banyak hal yang telah mereka lakukan di luar fitrah mereka. Mereka menyesal atas kesibukannya di luar rumah. Karena kesibukan mereka di luar rumah, keluarga mereka menjadi rentan dihinggapi berbagai masalah. Penyelewengan, perselingkuhan suami istri, adalah masalah dominan yang kerap mengunjungi mereka. Karenanya, kegoncangan kehidupan rumah tangga, penyelewengan pendidikan anak yang menyebabkan mereka terlantar dan sengsara menjadi pelengkap penyesalan mereka. Tentu, secara fitrah, tak ada seorang wanita (ibu) yang tak menangis hatinya saat melihat anak-anaknya memiliki moral yang rusak, bebas berzina, hamil di luar nikah, aborsi, dan lain-lain. Tapi, inilah yang terjadi di barat sana.

Kaum wanita yang hidup dalam liberalisme barat mulai menyadari bahwa persamaan, kesetaraan, dan kebebasan yang didengungkan banyak kaumnya di negeri mereka, sebetulnya telah merampas kebahagiaan dan fitrah mereka sendiri. Mahmud Mahdi Al Istambuli menyampaikan kabar kesadaran mereka itu sebagai berikut: "Mereka baru-baru ini mulai mengajukan persamaan dengan wanita Muslimah, sesudah mereka tahu apa tujuan di balik semboyan-semboyan dan slogan-slogan bohong itu. Wanita-wanita barat rindu mendapatkan kehidupan sebagaimana dialami wanita di negeri Islam. Mereka menuntut persamaan dengan kehidupan para Muslimah itu."


***
MONROE berharap menjadi seorang ibu yang baik. Bahkan, ia menyatakan sendiri bahwa kebahagiaan hakiki seorang wanita adalah ketika ia mampu menjadi ibu, yang berkiprah total dalam kehidupan rumah tangga dan keluarganya. Berkhidmat dan taat sepenuhnya kepada suami, melahirkan anak, mendidiknya, membesarkannya, menjadikan mereka generasi yang taat kepada orangtua, dan generasi penerus perjuangan yang akan mampu mewujudkan peradaban mulia.
Tentu, Monroe dan banyak kaum wanita yang kemudian menyadari kekeliruannya selama ini, melihat sebuah kemuliaan dalam status itu. Dan, secara tidak langsung, ia menyanggah bahwa kebahagiaan hakiki seorang wanita ada dalam gemerlapnya harta, tingginya kedudukan, pesatnya karier, dan lain-lain.

Sesungguhnya, yang Monroe lihat adalah sebuah kebenaran. Kebenaran yang selama ini diajarkan Islam. Ajaran yang menempatkan wanita, terutama ibu, dalam posisi yang sangat mulia.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Anda yang beraktivitas di luar rumah, baik Anda sebagai dokter, dosen di perguruan tinggi, atau profesi-profesi akademis lainnya yang pada tempatnya tentu relevan, tetap harus memberikan kiprahnya di dalam rumah. Masalah keibuan, status sebagai istri, rumah dan rumah tangga, semuanya merupakan hal amat fundamental dan vital. Anda bukanlah wanita yang sempurna jika Anda tidak menangani urusan di dalam rumah. Rasa kasih sayang dalam rumah tangga memerlukan satu poros utama, dan itu ialah wanita yang menjadi ibu rumah tangga. Tanpa kehadiran ibu rumah tangga, maka rumah tangga akan kering tanpa makna."

Dr. Mien Uno, salah seorang tokoh perempuan negeri ini mengungkapkan hal senada. "Saya menganggap bahwa ibu rumah tangga adalah karir yang sangat terhormat. Akan tetapi, banyak masyarakat kita yang berpendapat bahwa status ibu rumah tangga bukanlah karir karena tidak bergerak dalam lingkup publik. Saya tidak mengerti yang dimaksudkan dengan lingkup publik. Bagaimanapun, menurut pendapat saya, justru ibu rumah tangga adalah posisi yang sangat terhormat karena dia melingkupi faktor-faktor sosial dengan keluarga, dengan masyarakat. Dia peletak dasar agama, kemudian sebagai seorang pendidik yang baik. Karenanya, dia berkarir sebagai ibu rumah tangga."

Sebuah puisi dari Chages, Challenges and Choices: Women in Develompent in Papua New Guinea, mungkin menjadi daftar lanjutan layaknya posisi ibu rumah tangga mendapat tempat terhormat dan mulia. Berikut bait-bait puisi yang dimaksud:

Istriku Yang Tidak Bekerja
Suatu ketika
Siapa yang mengerik sagu?
Siapa merawat ternak itu?
Menjadi tumbuh dan menjual makanannya
Hingga keluarga bertahan
Siapa menimba air di sumur?
Merawat dan menyayang anak-anak itu?
Merawat yang sakit?
Yang pekerjaannya menghabiskan waktu
Yang bagi lelaki untuk minum kopi, merokok, berpolitik dengan temannya?
Siapa hatinya tercurah bagi anak-anak?
Yang perjuangannya
Tak terlihat
Tak terdengar
Tak dihargai
Tak terbantu
Membantu pembangunan?
Siapa peduli untuk bilang
Benarkah Istriku tidak bekerja?

Keterhormatan profesi ibu rumah tangga tentu tidak berhenti di titik itu. Keterhormatan itu akan semakin lengkap manakala seorang ibu rumah tangga mampu mewujudkan tiga struktur rumah tangga, seperti yang diungkapkan Syeikh Muhammad Al-Ghazali, yaitu sakinah, mawaddah dan rahmah.

Menurut Al Ghazali, yang dimaksud sakinah adalah hendaknya seorang ibu rumah tangga harus berpuas hati dengan pasangannya, demikian juga sebaliknya. Mereka harus menanamkan kesetiaan dalam kehidupannya. Seorang ibu rumah tangga sepatutnya tahu kesenangan suami. Menyediakan segala keperluan yang disukainya terlebih dahulu, sebelum meminta sesuatu darinya. Sementara mawaddah, berarti seorang ibu rumah tangga harus berupaya menumbuhkan rasa suka dan duka bersama keluarganya. Dan rahmah, berarti seorang ibu rumah tangga harus senantiasa mendasarkan setiap perilaku dan aktivitasnya di dalam rumah kepada akhlak yang mulia, serta tahu bersyukur atas nikmat yang diperoleh.

Namun demikian, menjadi ibu rumah tangga yang mendapat kehormatan dan kemuliaan memerlukan kelayakan yang cukup. Wanita yang berhati batu, tidak pandai menaati suami, sering menuntut hak dan mengada-adakan masalah, tetapi gagal menunaikan tanggungjawab, tidak layak mendapat tempat terhormat dan mulia itu. Apalagi ia tidak mampu mewujudkan kehormatan anak-anaknya yang bakal menyambung kehidupan rumah tangga dan mewujudkan peradaban mulia. Kini, dengan catatan daftar kehormatan ibu rumah tangga, masih adakah yang menyebut bahwa ibu rumah tangga sebagai profesi terhina? Wallahua'lam. (Syam/MQ)***

Monday, June 13, 2005

Dialah Wanita Pertama Dalam Hidupku

Publikasi: 31/03/2004 15:23 WIB

eramuslim - Dua puluh satu tahun telah berlalu usia pernikahanku.
Sedikit banyak, aku telah mendapatkan cahaya baru dari kilasan-kilasan
cinta.

Suatu waktu aku akan keluar bersama seorang wanita, dan dia bukan
istriku. Ide tersebut lahir dan disarankan oleh istriku ketika suatu
hari ia melintas di hadapanku dan berkata, "Aku tahu bahwa abang sangat
mencintainya." Wanita yang istriku berharap aku dapat keluar bersamanya
dan menyediakan waktu yang cukup untuk menemaninya adalah 'bundaku'.
Beliau telah menjalani masa sendiri selama sembilan belas tahun semejak
ditinggal pergi oleh ayahku selamanya. Namun pekerjaan-pekerjaan di
kantor, kehidupan harianku bersama tiga orang 'pangeran-pangeran
kecilku' dan tanggungjawab-tangggungjawab lainn yang menyebabkan aku
sangat jarang sekali menjenguknya.

Suatu hari aku menelepon dan mengundang beliau untuk ikut makam malam.
Pertanyaan beliau menakjubkanku, "Apakah Asha baik-baik saja?" Maklum,
menurutku beliau tidak biasa menanyakan ungkapan-ungkapan seperti itu
kepadaku, terutama -mungkin- mengenai waktu aku menghubungi beliau di
saat tengah malam.

Aku menjawab, "Ya, Asha baik-baik saja. Dan Asha ingin sekali
menghabiskan waktu bersama bunda." Beliau berkata, "Kita berdua saja?"
Kemudian beliau terdiam sejenak, lalu menjawab, "Ibu sungguh sangat
menyukainya".

Pada hari sabtu sore, setelah kembali dari kantor, aku langsung
mengendarai 'Feroza Hijauku' melintasi jalan menuju rumah kediaman
beliau. Aku sedikit segan dan gugup saat tiba di halaman rumah beliau.
Namun aku juga membaca kekwatiran di wajah beliau. Beliau sedang
menungguku di samping pintu rumah, mengenakan pakaian panjang dengan
jilbab biru cantik yang menutupi kepalanya. Aku kembali teringat pakaian
itu adalah hadiah terakhir yang dibeli oleh ayahku sebelum beliau wafat.

Beliau tersenyum seperti malaikat dan berkata, "Bunda telah katakan
kepada semua tetangga bahwa bunda akan keluar bersama anak bunda hari
ini. Mereka semua begitu senang mendengarnya. Tetapi mereka tidak shabar
menunggu cerita-cerita bunda bersama Asha yang akan bunda ceritakan
kepada mereka setelah bunda kembali nanti."

Kami pun berangkat menuju sebuah restoran Padang yang tidak terlalu
megah. Interior khas Minangnya begitu anggun dan suasana di dalamnya
sangat indah dan asri. Aku menggandeng beliau dengan erat dan mesra,
seolah beliaulah 'wanita pertama dalam hidupku". Setelah kami
mendapatkan tempat duduk, aku mulai membacakan daftar menu makanan dan
minuman yang disediakan. Sebab beliau saat ini tidak lagi mampu untuk
membaca kecuali susunan huruf-huruf yang besar saja. Di saat aku sedang
membacakan susunan menu, beliau menatapku dan melayangkan selembar
senyum menyejukkan. Sesaat kemudian sebaris kalimat terucap, "Bunda
adalah orang yang telah membacakan sesuatu untuk Asha ketika Asha masih
kecil dulu."

Kemudian aku menjawabnya, "Tiba kini waktu yang tepat. Sesuatu yang
menjadi hutang Asha terhadap apa yang bunda telah persembahkan untuk
Asha."

Kami mengobrol panjang lebar sambil menikmati makanan yang tersaji.
Masing-masing kami tidak menemukan sesuatu yang asing dari kebiasaan
kami saat 'curhat'. Cerita-cerita masa lalu yang penuh kenangan juga
kami selingi dengan cerita dan pengalaman baru. Tanpa terasa kami lupa
waktu hingga akhirnya tiba waktu tengan malam. Selang beberapa saat aku
segera mengantar beliau pulang.

Ketika kami sampai di rumah, beliau berkata, "Bunda setuju bila kita
dapat keluar bersama sekali lagi, tetapi bunda yang akan mentraktir
Ahsa. Deal?" Aku mengangguk ramah lalu mencium tangan beliau dan
mengucapkan salam, "Salam wa rahmah alaiki, wahai bundaku!"

Setelah melewati beberapa hari, wanita yang telah menjadi 'hati bagi
anak-anaknya' tersebut meninggal dunia. Kejadian itu berlalu sangat
cepat dan aku belum dapat melakukan sesuatu pun untuknya. Setelah
kejadian yang menyedihkan itu, aku mendapatkan sebuah 'lembaran' dari
restoran Padang, tempat kami menikmati makan malam bersama beberapa
waktu yang lalu. Termaktub padanya tulisan dengan huruf-huruf besar yang
rapi, "BUNDA TELAH MEMBAYAR TRAKTIRAN BUNDA LEBIH AWAL. BUNDA TAHU BAHWA
BUNDA AKAN PERGI. YANG PENTING, BUNDA TELAH MEMBAYAR UNTUK JATAH DUA
ORANG, UNTUK ASHA DAN ISTRI ASHA.KARENA SESUNGGUHNYA ASHA TIDAK AKAN
MAMPU MENTAKDIRKAN APA MAKNA MALAM ITU BERKAITAN DENGAN BUNDA. BUNDA
MENCINTAI ASHA."

Dalam satu kesempatan aku mulai memahami dan menghargai makna kalimat
"Cinta" atau "Aku mencintaimu". Apalah artinya di saat kita menjadikan
arah lain yang akan merasakan cinta kita dan orang yang kita cintai.
Tidak ada sesuatu yang lebih berarti daripada cinta dan kasih sayang
kedua orang tua dan lebih khusus cinta seorang "bunda". Aku akan
mempersembahkan semesta waktu yang mereka berhak atasnya, dan dialah hak
Allah sepenuhnya dan hak mereka. Perkara-perkara ini jangan sampai
kuperlambat lagi.

Sunday, June 12, 2005

Wanita bagi Pahlawan

Oleh : M. Anis Matta, Lc*

Dibalik setiap pahlawan besar selalu ada seorang wanita agung.
Begitu kata pepatah Arab. Wanita agung itu biasanya satu dari dua, atau dua-duanya sekaligus; sang ibu atau sang istri.


Pepatah itu merupakan hikmah psiko-sejarah yang menjelaskan sebagian dari latar belakang kebesaran seorang pahlawan. Bahwa karya-karya besar seorang pahlawan lahir ketika seluruh energi didalam dirinya bersinergi dengan momentum diluar dirinya; tumpah ruah bagai banjir besar yang tidak terbendung. Dan tiba-tiba sebuah sosok telah hadir dalam ruang sejarah dengan tenang dan ajek.

Apa yang telah dijelaskan oleh hikmah psiko-sejarah itu adalah
sumber energi bagi para pahlawan; wanita adalah salah satunya.
Wanita bagi banyak pahlawan adalah penyangga spiritual, sandaran emosional; dari sana mereka mendapat ketenangan dan kegairahan, kenyamanan dan keberanian, keamanan dan kekuatan. Laki-laki menumpahkan energi di luar rumah, dan mengumpulkannya lagi didalam rumahnya.

Kekuatan besar yang dimiliki para wanita yang mendampingi para
pahlawan adalah kelembutan, kesetiaan, cinta dan kasih sayang.
Kekuatan itu sering dilukiskan seperti dermaga tempat kita
menambatkan kapal, atau pohon rindang tempat sang musafir berteduh. Tapi kekuatan emosi itu sesungguhnya merupakan padang jiwa yang luas dan nyaman, tempat kita menumpahkan sisi kepolosan dan kekanakan kita, tempat kita bermain dengan lugu dan riang, saat kita melepaskan kelemahan-kelemahan kita dengan aman, saat kita merasa bukan siapa-siapa, saat kita menjadi bocah besar. Karena di tempat dan saat seperti itulah para pahlawan kita menyedot energi jiwa mereka.

Itu sebabanya Umar bin Khattab mengatakan, "Jadilah engkau bocah di depan istrimu, tapi berubahlah menjadi lelaki perkasa ketika keadaan memanggilmu'. Kekanakan dan keperkasaan, kepolosan dan kematangan, saat lemah dan saat berani, saat bermain dan saat berkarya, adalah ambivalensi-ambivalensi kejiwaan yang justru berguna mennciptakan
keseimbangan emosional dalam diri para pahlawan.

"Saya selamanya ingin menjadi bocah besar yang polos." kata Sayyid Quthub. Para pahlawan selalu mengenang saat-saat indah ketika ia berada dalam pangkuan ibunya, dan selamanya ingin begitu ketika terbaring dalam pangkuan istrinya.

Siapakah yang pertama kali ditemui Rasulullah SAW setelah menerima wahyu pertama dan merasakan ketakutan luar biasa? Khadijah! Maka ketika Rasulullah ditawari untuk menikah setelah Khadijah wafat, beliau mengatakan; "Dan siapakah wanita yang sanggup menggantikan peran Khadijah?"

Itulah keajaiban dari kesederhanaan. Kesederhanaan yang sebenarnya adalah keagungan; kelembutan, kesetiaan, cinta an kasih sayang. Itulah keajaiban wanita.